Humor Kontekstual – Universal, Sebuah Gurauan
HUMOR,
dalam beberapa kasus, tak beda dengan karya sastra. Ia juga dikisruhkan oleh
tema dan topik. Ada tema atau topik yang demikian tipikalnya sehingga hanya sekelompok
orang tertentu saja yang dapat memahami persoalannya. Makin gawat lagi bila
persoalan yang diangkat menyangkut masalah symbol atau local contents
yang makin menyempit, maka ruang pemahaman terhadap konteks itu hanya dapat
dipahami orang-orang tertentu pula. Namun dengan adanya penyebaran informasi
yang amat luas, adakalanya humor-humor bermuatan lokal juga dapat diakses dan
dipahami oleh orang-orang di luar konteks budaya tersebut.
Orang Jawa yang melepas
selop saat masuk lift atau telepon umum, orang Sunda yang lebih fasih
mengucapkan huruf p ketimbang f, maupun orang Bali dan Aceh yang mengucapkan
huruf t dengan tekanan khusus, adalah hal-hal yang sudah menjadi pemahaman dan
permakluman bersama. Sebagaimana gurauan Dr. George Aditjondro, t di Bali
diartikan turis dan t di Aceh diartikan teroris, maka orang bisa saja memberi
tambahan: di Tabanan dan Buleleng t juga diartikan tawuran!
Agar penyelaman ke dalam
makna kontekstual-universal yang makin silang lilit ini tak nyasar ke
mana-mana, tak ada salahnya kita menyimak tiga contoh humor di bawah ini,
diambil dari buku GAM (Geerr Aceh
Merdeka), hal. 81, 105, dan 109, terbitan Garba Budaya Sahabat Aceh,
setidaknya untuk kajian perbandingan.
Kita
mulai dengan humor yang berjudul Terimakasih untuk Tentara. Ada seorang
petani dari Kabupaten Pidie, menulis surat ke anaknya di penjara Nusakambangan
karena dituduh terlibat GAM; bunyinya: “Hasan, bapakmu ini sudah tua, sekarang
sedang musim tanam jagung, dan kamu di penjara pula, siapa yang mau bantu bapak
mencangkul kebun jagung ini?” Anaknya membalas beberapa minggu kemudian, “Demi
Allah, jangan cangkul itu kebun, saya tanam senjata di sana.” Besoknya, setelah
si bapak terima surat, datang satu peleton tentara dari Banda Aceh; tanpa
banyak bicara, mereka segera ke kebun jagung dan sibuk seharian mencangkul
tanah di kebun tersebut. Setelah mereka pergi, kembali si bapak tulis surat
kepada anaknya, “Hasan, setelah bapak terima suratmu, datang satu peleton
tentara mencari senjata di kebun jagung kita tanpa hasil, apa yang harus bapak
lakukan sekarang?” Si anak kembali balas surat tersebut, “Sekarang bapak mulai
tanam jagung saja, kan sudah dicangkul sama tentara, dan jangan lupa
mengucapkan terimakasih pada mereka.”
Wartawan.
Suatu hari, satu regu prajurit TNI menyeberangi sungai Krueng Aceh, yang
membelah Banda Aceh. Di tengah sungai, buaya-buaya yang ganas menelan
bulat-bulat prajurit tersebut. Apa boleh buat, senjata M –16 tidak mampu
menghadapi buaya itu. Esoknya, dikirim satu kompi polisi . Nasib sama terulang
lagi. Semua gugur di mulut buaya. Senjata SS – 1 tak berdaya menghadapi
serangan membabi buta dari gerombolan buaya. Hari ketiga, giliran angkatan GAM
yang diterjunkan ke sana. Lagi-lagi mereka pun mengalami nasib yang tragis. AKA
– 47 milik GAM menjadi loyo melawan barisan buya krueng (buaya sungai).
Hari keempat datang konvoi lain. Kali ini para buaya jadi keheranan. Konvoi ini
tidak menyandang satu senjata pun. Yang tergantung hanya secuil kertas
bertuliskan: Pers. Buaya pikir ini lebih mudah lagi untuk memakannya. Namun
tiba-tiba komandan buaya berteriak, “Stop! Itu rombongan wartawan. Jangan
diganggu. Mereka lebih buaya daripada kita!”
Intel
Inside. Suatu ketika, militer menyerahkan seperangkat komputer kepada para
pemuda di salah satu desa di Aceh. Namun apa lacur, mereka membuang komputer
tersebut ke laut. Pasalnya, di komputer tersebut tertulis kalimat, “Intel
Inside”.
Humor
berjudul Terimakasih untuk Tentara dapat dijadikan model humor tipikal
Aceh, sangat konteks dengan semangat Aceh; bahkan oleh orang Aceh sendiri itu
diakui sebagai tipu ala Aceh. Kendatipun persoalannya sangat khas dan hanya ada
di Aceh, namun pembaca dari latar belakang budaya manapun tentu dapat memahami
humor tersebut, apalagi bila referensinya juga ditunjang oleh berita-berita di
media massa cetak dan elektronik. Sementara itu, humor berjudul Wartawan
dan Intel Inside, dapat saja dimodifikasi untuk dilekatkan pada humor
dengan tema lain; misalnya: Humor Papua, Maluku atau Poso. Tidak ada yang
spesifik di sana; kecuali wilayah konflik dan adanya pendudukan militer.
Lalu
humor-humor universal, seberapa universalnya? Mungkinkah ia tak terkait dengan
masalah konteks atau ikon lokal yang sangat tipikal dan tak terdapat di tempat
lain? Pertanyaan ini pun mengundang jawaban yang kisruh. Dalam usia peradaban
umat manusia yang sudah demikian tinggi mungkinkah kebudayaan suatu bangsa
tidak mempengaruhi kebudayaan bangsa lain? Contoh-contoh lelucon yang diambil
dari buku Humor SMS, Guyon Demokrasi dan Guyon SexGar, terbitan
Kombat Publishers berikut dapat menambah ramainya persepsi yang berkembang dan
simpang siur itu.
Humor SMS
Sebagaimana
lazimnya SMS (Short Message Service), maka bahasa yang digunakan pun
singkat, padat, lugas dan bergegas. Kita mulai dari humor yang berjudul Pemabuk. Di mana
rumahmu! Bentak polisi pada seorang pemabuk. “Itu!” sambil menunjuk rumah
mewah, polisi tercengang, lalu sebuah mobil mewah masuk. “Itu mobil saya,”
polisi tambah kagum. Seorang wanita cantik turun dari pintu kiri. “Itu istri
saya.” Kemudian disusul laki-laki turun
dari pintu kanan mobil itu juga. “Nha ..kalau
itu saya, Pak.” Langsung pemabuk itu digiring ke kantor polisi.
Istri
Setia. Istri saya setia, waktu saya masuk penjara
dia hamil 6 bulan, begitu setahun saya keluar dia tetap hamil 6 bulan.
Dokter Gigi. Jangan mau punya suami dokter gigi
dan pegawai telkom, soalnya kalo dokter gigi, goyang dikit saja, langsung
dicabut, sedangkan pegawai telkom maunya cepat selesai, takut pulsanya
tinggi.
Phone
a Friend. Setelah nonton “Who Wants to Be a
Millioner” suami ngajak making love istri tapi ditolak.”Oke,“ kata
suami, “Saya gunakan fasilitas phone a friend.”
Alkohol. Hai orang-orang budiman,
janganlah kau minum minuman beralkohol, karena alkohol itu minuman setan, kalau
kau tetap minum terus, lha nanti setan minum apa.
Guyon Demokrasi
Beda
dengan humor-humor SMS, humor-humor
demokrasi agak menuntut pemikiran dan wawasan yang lebih. Paling tidak,
pembacanya adalah orang-orang yang punya perhatian pada masalah sosial politik. Rajin mengikuti berita di koran/majalah atau
televisi. Dengan kata lain, pembaca atau penikmat yang klop untuk humor-humor
jenis ini adalah kalangan educated people dan up to date. Kita
mulai dari humor yang berjudul Memutarbalikkan Fakta. Sambil
marah-marah, seorang pengurus partai memasuki kantor redaksi sebuah suratkabar
yang telah memuat beritanya pagi itu. "Kalian dengan sengaja telah
memutarbalikkan apa yang saya katakan semalam! Koran kalian telah memuat
kebohongan!" "Sabar, Pak! Anda tidak bisa marah-marah begini. Apa
kata dunia nanti bila kami memuat sesuatu yang benar tentang Anda?!"
Uji
Kasus Soal Pilihan. Seorang politikus dari Partai Republik dengan rajin
mendatangi setiap rumah untuk memastikan memilih partainya. "Tidak,"
kata seorang laki-laki yang dikunjunginya, "ayah saya seorang demokrat,
begitu juga kakek saya. Saya tidak akan memilih partai selain Demokrat."
"Itu bukan alasan yang tepat," sahut si orang Partai Republik,
"apakah kalau ayah Anda dan kakek Anda pencuri kuda, akan
membuat Anda jadi pencuri kuda juga?"
"Tidak," jawab si Demokrat, "dalam kasus seperti itu, saya kira,
saya akan menjadi pengikut Partai Republik!"
Politik Uang
Salah Alamat. "Orang-orang
asing ini sudah pasti tidak boleh ikut memilih, Pak," kata seorang
penduduk melapor kepada anggota pimpinan partai. "Itulah yang membuatku
bingung. Sepertinya, separuh dari mereka adalah orang-orang yang kuberi uang
kemarin. Tapi yang mana, ya, aku tak ingat lagi."
Peramal
dan Politikus. Seorang politikus muda berjalan-jalan di sebuah taman. Ketika
dia melalui seorang peramal, dia berhenti. Si peramal langsung saja berceloteh.
"Tuan, Tuan sudah menikah, bukan?" "Betul." "Anak Tuan
dua, bukan? Laki-laki semuanya?" "Ya, betul." "Tuan
pengikut Partai Republik?" "Nah, Anda sudah berbuat kekeliruan dalam
ramalan Anda! Itu masih tergantung! Peramal lain mengatakan saya akan dapat
suara lebih banyak bila di Partai Demokrat!"
Guyon SexGar
Berbeda
dengan humor seks lain yang cenderung vulgar dan mengeksploitasi seks dalam
pengertian sebanal-banalnya, humor-humor seks yang dicontohkan dalam kasus ini,
sama sekali jauh dari motif itu. Yang ada adalah sport logika seputar seks atau
para pelaku dalam bingkai humor dan tetap elegan.
Kita
mulai dari humor yang berjudul Ranjang Kembar. John bercerita pada teman
sekantornya. "Kehidupan seks kami semakin membaik sejak kami, saya dan
istri, punya ranjang kembar." "Bagaimana kejadiannya?"
"Kami mendapatkannya di rumah yang berbeda."
Cuma
Seorang Suami. Broto menatap wajah pacar gelapnya yang sangat ia cintai.
"Saya sakit
hati. Kemarin saya melihatmu berjalan dengan laki-laki lain." "Nggak
usah cengeng, deh. Itu kan cuma suamiku. Percayalah, nggak ada laki-laki lain
selain kamu."
Dua
Lima Ribu Siap Apa Saja. Pria yang memakai mobil merah itu berhenti di
pinggir jalan, ketika seorang bencong yang mengenakan pakaian ketat dan rias
yang medok melambai-lambaikan tangannya. Bencong itu berbisik, menggoda,
"Untuk dua puluh lima ribu rupiah, saya akan melakukan apa saja yang kamu
minta." "Tolong catkan rumahku," kata laki-laki itu sambil
memberikan uang.
Tiga
Kata yang Menyebalkan. "Tiga kata apakah yang tidak ingin Anda
dengarkan ketika sedang bercinta?" "Sayang, saya pulang!"
Bagaimana
Bisa Mengganggu? Begitu mendengar pacarnya dirawat di rumah sakit,
bergegaslah Joni ke sana dan bertanya pada dokter. "Sebaiknya jangan
diganggu dulu, ia masih sangat lelah," sahut dokter, serius.
"Bagaimana aku akan mengganggunya di tempat umum macam begini, Dok. Di
rumah pun kami biasa mencari kesempatan baik, setelah orang tuanya tidur,"
ujar Joni dengan nada sinis.
Dari
contoh-contoh humor di atas, akhirnya terbukti bahwa polarisasi antara
kontekstual -universal sepertinya akan sampai pada tahap gurauan belaka.
Transformasi di bidang komunikasi telah menjembatani berbagai kemustahilan dan
kemuskilan. Setidaknya itu yang tampak pada contoh-contoh humor yang ada dalam
artikel ini. Oleh karena itu, salah satu contoh humor paling kontekstual
mungkin dapat digambarkan di bawah ini.
Tersebutlah sebuah komunitas yang
beranggotakan tujuh orang peminat humor atau joke. Mereka punya jadwal
yang sangat ketat untuk nge-joke setiap minggunya. Sehingga untuk joke-joke
yang tergolong lucu dan kuat mereka sepakat memberi nomor. Misalnya joke
nomor 1 tentang mincing, nomor 2 tentang pemabuk dan seterusnya. Hingga pada
suatu ketika mereka berpisah karena tugas. Bertahun-tahun ketujuh orang ini tak
pernah bertemu, sehingga mereka berencana mengadakan reuni. Ketika reuni tiba,
masing-masing mendapat giliran untuk memberi sambutan (maksudnya: nge-joke).
Dengan enteng Si A, maju dan berkata: Joke nomor 3! Dan enam orang lain
langsung merespon dengan ketawa terbahak-bahak. Bagaimana dengan anak-anak dan
istri-istri mereka? Hanya bengong tak mengerti, karena joke yang
dibawakan Si A memang sangat kontekstual!
Source:
Source:
Humor Kontekstual – Universal, Sebuah
Gurauan, Darminto M Sudarmo, KOMPAS, Minggu, 7 Desember 2003.
0 comments:
Post a Comment